Rabu, 23 April 2014

Nanti Engkau Akan Tahu

alkisah suatu hari setelah sekian lama memendam sebuah luka terhadap ayahnya, akhirnya sang anak tak mampu lagi menahan segala kemarahan hatinya, segala kekecewaan yang dirasakanya, kemarahan dan kekecewaan akan sikap ayah yang membiarkannya sendiri belajar, tanpa memberi tahu mana yang baik, mana yang buruk, mana yang boleh, mana yang tidak boleh, membiarkannya tanpa pengajaran dan pembekalan apapun, sehingga sang anak untuk mengetahui manis pahitnya, enak tidak enaknya kue itu,mesti harus merasakannya sendiri, begitulah kepahitan-kepahitan itu mulai menjelma menjadi pisau-pisau yang menyayat hati. aku tidak mengerti mengapa ayah masih saja tetap begitu, meski melihatku yang sering hampir mati, yang sering sakit panjang, ayah masih saja kukuh dengan pendiriannya, membiarkanku belajar sendiri, aku tak mengerti mengapa ia begitu adanya, seakan telah menyerahkan hidup mati anaknya kepada alam. ayah aku ingin bertanya kepadamu, kenapa engkau perlakukan aku begitu, kenapa, engkau biarkan aku sendiri menghadapi dan merasakan pahit manisnya dunia ini, sementara aku tak tahu apa yang ada didalamnya, kenapa ayah, engkau biarkan aku berjalan tanpa perbekalan, hingga tak ada sepatah kata nasehatpun yang keluar dari bibirmu, apakah engkau tidak menyayangi aku. mendengar luapan kekecewaan anaknya, sang ayah tersenyum saja mendengarnya dan berkata, wahai anakku, maafkan ayah atas semua hal itu, bukanlah ayah yang menyerahkanmu, tapi alamlah yang meminta, ayah untuk menyerahkanmu. anakku nanti engkau akan tahu apakah ayah melakukan hal ini karena tidak sayang atau justru sebaliknya, karna sayang. mendengar jawaban yang singkat dan tidak tuntas itu, sang anak tak mampu menerimanya, hingga berkata,aku benci kepada ayah dan berlalu pergi. dalam hati sang ayah bicara, anakku andai engkau tau, bahwa aku tak pernah membiarkanmu, dalam diamku, aku selalu mengawasimu, mata dan telingaku meski dari jauh, lebih jelas melihatmu dan mendengarmu, dari pada mereka yang ada didekatmu, anakku andai engkau tahu, betapa sedih hatiku, saat melihatmu sering hampir mati dan sakit-sakitan, tapi ayah takkan memperlihatkan kepadamu luka itu, begitulah kesepakatan ayah kepada alam, dan ayah percaya kepada janjinya atasmu, suatu saat nanti engkau akan mengerti, kenapa ayah lakukan hal itu.
tahun demi tahun satu persatu akhirnya menjadi masa lalu, masa yang tidak mungkin kembali lagi untuk diulang, sedangkan ada jejak-jejak luka yang telah di iris oleh lidah ini kepada hati yang sebenarnya bermaksud baik untukku, sebuah hati yang telah melihat jalan takdirku, yang berbuat itu semata-mata agar aku memenuhi jalan itu, hati itu adalah hati ayahku, sebuah luka yang kuiris dengan prasangka tanpa ilmu, dan kini aku menyadari, mengapa ayah lakukan itu, aku telah merasakan dan mengalami banyak keajaiban dan kebaikan akan hal itu, yang sulit untuk ku ungkapkan pada orang lain. ayah meski kutahu tak mudah untuk menghapus jejak luka dulu, aku memohon maafmu, ayah terima kasih atas semua hal itu.