Kamis, 10 September 2015

SELAMAT JALAN

Hujan malam itu. saat yang memayungimu
Jatuh dan rebah ketanah. Aku saat itu –
Melihatmu. Ikut basah. juga merasakan
Sebuah sesak di dada seperti yang kau
rasa itu

Aku mengerti. apa arti malam itu bagimu.
Dan mencoba untuk mengubahnya. Hingga
Sejak itu. perhatianku terus tumbuh dan
Mengakar padamu. Dalam gerak dan doaku

Andai saja. saat itu. kau tahu. hadiah yang kau
campakan itu. di hadapanku. ku berikan kepadamu.
Agar kau tahu. Bahwa kau tak sendiri. Ada aku
di sampingmu. Setidaknya sampai saat yang kau
harapkan mengganti. datang untuk mengisi

Memang tidak mudah mencintai. Selalu di hadapkan
Dengan kemungkinan-kemungkinan yang menyakitkan

Tapi. aku mengerti tentang lukamu. yang masih belum bisa
Di sembuhkan. Dan memaafkanmu. serta akan terus menemani
Sampai. Kau benar-benar mampu berjalan sendiri. mencari yang
Kau impikan

karena cinta yang sejati. memang akan selalu di uji. Dan akan
selalu mampu bertahan. Meski selalu di sakiti. Tapi
cinta itu akan menang. Walaupun. ketika yang kau cintai. pergi

Lalu kau sanggup melepasnya dengan senyuman. Meski basah
matamu saat itu. kau sanggup mengatakan kepadanya
Selamat jalan. semoga kau selalu hidup dalam kebahagiaan

Saat melihatnya. Perlahan-lahan hilang. menjauh dari matamu.
lalu tak terlihat lagi.  hatimu merasa tak menyesal mencintainya

hatimu mensyukuri pertemuan dengannya. meski pada akhirnya
berpisah. untuk selamanya ataupun untuk kembali lagi. di sini
ataupun disana. kini ataupun nanti

dan hatimu berkata.

terima kasih .
 
....

WAKTU

Kemarin. di balik jendela. Ia melihat
Daun-daun jatuh. dari ranting. Me –
niggalkan sebatang pohon kering.
yang tersengat matahari

parit-parit. yang ber isi air. Menguap.
terangkat kelangit. Menjadi awan
putih yang menggelantung di udara

di kamarnya. sebuah lagu minor. Selalu
terdengar sampai keluar. Menyayat hati
setiap pendengarnya

ia tak mengerti. saat lagu minor itu selalu
di putar. Dari dalam. Ia melihat kelangit.
Awan-awan putih menghitam. Lalu turun
Menjadi hujan. Jatuh membasahi tanah
Yang kering

Kepada pikiran ia bertanya. Apakah itu
Sesuatu yang biasa. Sebuah perubahan
Yang tak perlu di herankan?

Atau itu. hanya tentang waktu yang ber –
Sembunyi. Di balik langit. Yang selalu
tertawa melihat orang-orang yang ragu
pada kepastian?

Tanyakan kepada waktu. Apakah sesuatu yang
pasti datang. sesuai hukumnya adalah khayalan.
atau. hanya tentang menunggu

Tanyakan kepada ingatan. Sudah berapa Lamakah musim
gugur ini tiba? Bukankah kemarin musim semi di sini?

Ya. jawab ingatan. Kemarin di sini musim semi
Yang panjang. jauh lebih panjang dari pada
musim gugur sekarang

itulah rahasiaku. kini engkau  telah tahu
mulai kini. ubahlah nyanyian minor itu. terlalu
banyak yang memutarnya. Jangan ikut terperangkap
dalam ilusi hebatku.

waktu dan jalanku.
pahami dan nikmatilah

Robbi Sunarto

13 Juni 2015

 

....

Bagan dan Cahaya Kunang-Kunang

Tentang lautan dan daratan.  Seperti kilat
Yang menyambar. Tanda hujan. Antara
ketakutan dan harapan. Dan antara
hidup dan kematian

Mereka tak tahu pasti. Yang terlihat hanya lautan
Serta langit yang tak berisyarat. Merekapun juga tak tahu
Apakah di sana. Di tempat mentari terbenam itu
Ada melodi yang lirik dan nadanya
Seperti imlek. tahun baru. Penuh petasan
Barongsai serta ampao

Yang mereka tahu malam itu. Ketakutan dan harapan
Angin kencang. ombak yang menghempas keras
setelah itu. Tidak lagi terlihat kapal. Hanya papan
yang mengapung-apung. Berserakan di permukaan
Kecuali mereka. satu kapal. yang selamat. dari kejauhan
melihat kumpulan kunang-kunang. Terbang. lalu
berlayar menuju cahayanya

Ternyata itu bukan bayangan. Benar daratan
Hari itu di daratan. kapal tongkang yang
membawa mereka . Di bakar. sebagai syukur. Serta
janji tak lagi berlayar. menetap di sana
memperjuangkan hidup. Menghindari
Kematian. Yang telah pasti di tempat asal.
tak bisa melawan paksaan kekuasaan

bagan. Yang di temukan karena cahaya kunang-kunang
yang hanya hidup semalam. Tapi meski semalam
Kumpulan cahaya mereka. telah membantu
menemukan melodi baru. Dengan lirik
dan nada yang tak lagi sendu.

Tentang Bagan dan Cahaya Kunang-kunang
begitu haru dan biru. Itulah lirik dan nada
sesampainya mereka disana

Robbi Sunarto

11 juni 2015 

....

Hanya Hujan

kini. matahari pukul empat
lebih dekat. dua jam lagi terbenam
cahaya pukul dua belas tadi
sudah tak sempat lagi. memudar

yang di butuhkan rumah sunyi
tak berpenghuni. hanya bunyi. isi
sebuah melodi yang tak kosong
mungkin minor. tapi tak pasti
mungkin saja mayor

tentang mungkin. ia tak berani
memang tak mengerti. ia masih bertahan
dengan nyanyian pesimistis. kemarin
tentang wanita tua. yang tak lagi bisa bicara
yang sedang duduk di hadapannya
tentang hujan. yang membasahi tubuh mereka
menakutkan. katanya

bayangan yang sentimentil itu. berputar di kepala
mengikat hati. seperti penjara
harapan tak lagi mampu menggoda
di luar sana. hanya hujan. pasti hujan
katanya

dan kini. saat matahari sore tadi. benar benar hilang
tenggelam di balik gunung. di ujung lautan
hanya malam. lagu minor tadi pasti

seperti wanita tua dan hujan mereka
kinipun juga hujan. hanya hujan
ta..pi lebih lirih

di sela hujan yang sentimentil itu
di hadapan lidah yang kelu
dengan terbata-bata
ternyata. katanya

di hadapan waktu. matahari tak perkasa
di hadapan ketidakpastian. harapan
harus ada. berjuang mewujudkannya

saat cahaya sudah di telan bayangan
saat ilusi telah mengalahkan realita
padahal. mungkin saja terang
sedang mengikuti bayangan hujan di sana
bukan mungkin. pasti hujan

seperti saat ini. hanya hujan
tinggal hujan

Robbi Sunarto

11 juni 2015 


....

Anna

Matahari meredup. tertutup awan. saat itu
Suara kereta yang bising berhenti di stasiun
Seorang wanita masuk kedalam gerbong

Di kursi. Ia duduk. Di balik jendela melihat rerumputan
Ada kepucatan yang memancar dari wajahnya
Di dada. Telapak tangannya menekan
sebuah sakit di dalam. sangat menyesakan hatinya

di sela-sela suara kereta uap yang bercampur suara hatinya
ia masuk kedalam dunia imaji. Dua wajah lelaki. Membayang
sebuah sesal menusuk. melihat wajah yang telah di khianati
untuk yang mengkhianati. terasa benci meremukan hati

hati yang sentimentil itu. terasa putus asa. Tak terbendung
mata airnya mengalir
jari-jarinya menutup bibir
kereta berhenti dan ia keluar dari gerbongnya

matahari masih saja muram. belum memberi harapan
menutup secercah cahaya yang tak juga selesaikan jeda
ia duduk di kursi tunggu penumpang. Melihat kereta pergi

ia berbalik ke belakang
jam ditengah dinding stasiun bergerak ke arah kiri
membawanya pergi ke dua tahun yang silam

saat itu sebelum semua kepedihan berawal
ia melihat seorang wanita menjatuhkan diri kerel kereta
ada sebuah firasat menyeruak masuk ke hatinya
sesak menekan dada dan berpikir itu pertanda

saat kereta akan kembali datang
jam kembali bergerak ke arah kanan
ia berdiri. Bangkit dari kursi. berjalan kebibir rel

sesaat sebelum kereta berhenti

sesaat sebelum jeda matahari usai

ia melompat. menjatuhkan diri

mati dalam duka yang belum selesai


Robbi Sunarto

7 juni 2015


....