Pemuda dan Baju yang Bisa Bicara
suatu ketika saat sedang mencuci, seorang pemuda mengeluh tentang beratnya cobaan yang harus dihadapi diatas dunia ini, dari segala sisi ada cobaannya, hingga dia bertanya kenapa seperti ini jalan yang harus dilaluinya, apakah tidak bisa dengan jalan yang lain, apakah tidak bisa untuk diringankan, tak terasa air matanya jatuh dan ikut menyentuh baju yang sedang dicucinya, dan sebuah keajaiban terjadi, bajunya bicara, alangkah kagetnya ia, ketika baju itu berkata, jangan bersedih, ada Allah bersama kita, yang tak pernah pergi selalu disini, dan selalu menanti serta bersedia menerima kembali setelah kita pergi begitu jauh. Dan baju tersebut melanjutkan perkataannya, wahai sahabatku tahukah engkau, saat pertama kali engkau mencuciku, aku tak tahu akan seperti itu rasanya, alangkah kagetnya aku, ketika engkau merendam aku didalam air, sehingga seluruh aku kebasahan, saat itu aku sungguh merasa begitu kedinginan, merasakan begitu beratnya ketika ku basah kuyup, lalu engkau melumuri aku dengan sesuatu yang asing bagiku, engkau lumuri aku dengan sabun, sehingga aku tak lagi bisa utuh menjadi diriku karena benda asing yang melekat itu, kemudian engkau sikat aku, hingga banyak dari tubuhku benang-benang yang putus, sungguh begitu sakit rasanya saat itu, hingga aku merasa tak sanggup lagi, dan akhirnya mulutku meronta, berteriak, menghina, hingga memakimu tanpa ampun, sampai saat itu aku masih membencimu, lalu sampailah tahap terakhir saat engkau menjemurku dipanas yang terik, tepat jam 12 waktu itu, kurasakan matahari betul-betul terasa begitu menyengat dan membakar aku, hingga aku merasa, inilah akhir segalanya, memang engkau begitu kejam, sampai saat itu aku masih membencimu, tetap keras dan merasa benar dengan pemahamanku, dan tibalah senja perlahan selimut cahaya mentari, aku yang tak lagi sadarkan diri dalam kebencianku padamu disiang tadi, terbangun, dan sedikit bahagia, saat menyadari bahwa aku masih hidup, sampailah saat engkau menggosokku dengan setrika, sungguh aku merasa tak percaya ternyata ada yang sepertimu, yang begitu kejamnya, masihkah engkau ingin menyiksaku lagi, alangkah terkejut aku, ketika engkau selesai menyetrika, engkau lipat aku begitu rapi, dan ku hirup begitu wangi aku dari sebelumnya, aku menjadi baru, dan merasa lebih baik dari pada yang dulu, dan bertambah bahagia saat engkau memakaiku dengan tersenyum dan penuh bangga. Disaat menyadari semua itu aku sungguh begitu menyesal mengingat sebuah kenangan lalu, ketika engkau aku maki, ketika engkau aku benci, dan menghukumi sebagai terkejam. Aku tak tau bagaimana menghapus kata-kata itu, sebuah kata-kata, yang bila aku mendengarnya sendiri, begitu sakit rasanya. Mungkin hanya inilah yang bisa ku ungkapkan kepadamu, sebuah permintaan maaf yang sungguh, dan sebuah syukur yang dalam, sembari berharap kata-kata itu bila tak termaafkan kini,semoga larut dalam perjalanan waktu. Mendengar curahan sang baju, sipemuda itu menangis deras, atas segala prasangka buruknya kepada Tuhan, sehingga sejak itu dia bertekad, bahwa segala keburukan apapun yang terjadi kepada dirinya, takkan pernah lagi menyalahkan Tuhan, ataupun manusia lainnya, dan bilapun harus ada yang disalahkan, maka dialah yang bersalah terhadap segala sesuatu yang menimpa dirinyasendiri, meskipun begitu nyata kesalahan itu dilakukan oleh orang lain, tapi kesalahan yang dilakukan oleh orang lain tersebut, itu adalah tanggung jawabnya sendiri secara pribadi, yang memang harus dipertanggung jawabkan dan biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan, atas semua hal itu dia percaya bahwa segala peristiwa yang terjadi pada dirinya mestilah muaranya adalah proses pengsucian hatinya, hingga bisa fitrah kembali. kita datang sebagai fitrah, semoga bisa kembali dalam keadaan fitrah.
maaf min, numpang sedikit coretan ya sebagai hiburan malam ini, semoga bisa menghibur, sebuah cerita dari negeri cahaya. yang berjudul
selamat menikmati, cerita sederhana ini
suatu ketika saat sedang mencuci, seorang pemuda mengeluh tentang beratnya cobaan yang harus dihadapi diatas dunia ini, dari segala sisi ada cobaannya, hingga dia bertanya kenapa seperti ini jalan yang harus dilaluinya, apakah tidak bisa dengan jalan yang lain, apakah tidak bisa untuk diringankan, tak terasa air matanya jatuh dan ikut menyentuh baju yang sedang dicucinya, dan sebuah keajaiban terjadi, bajunya bicara, alangkah kagetnya ia, ketika baju itu berkata, jangan bersedih, ada Allah bersama kita, yang tak pernah pergi selalu disini, dan selalu menanti serta bersedia menerima kembali setelah kita pergi begitu jauh. Dan baju tersebut melanjutkan perkataannya, wahai sahabatku tahukah engkau, saat pertama kali engkau mencuciku, aku tak tahu akan seperti itu rasanya, alangkah kagetnya aku, ketika engkau merendam aku didalam air, sehingga seluruh aku kebasahan, saat itu aku sungguh merasa begitu kedinginan, merasakan begitu beratnya ketika ku basah kuyup, lalu engkau melumuri aku dengan sesuatu yang asing bagiku, engkau lumuri aku dengan sabun, sehingga aku tak lagi bisa utuh menjadi diriku karena benda asing yang melekat itu, kemudian engkau sikat aku, hingga banyak dari tubuhku benang-benang yang putus, sungguh begitu sakit rasanya saat itu, hingga aku merasa tak sanggup lagi, dan akhirnya mulutku meronta, berteriak, menghina, hingga memakimu tanpa ampun, sampai saat itu aku masih membencimu, lalu sampailah tahap terakhir saat engkau menjemurku dipanas yang terik, tepat jam 12 waktu itu, kurasakan matahari betul-betul terasa begitu menyengat dan membakar aku, hingga aku merasa, inilah akhir segalanya, memang engkau begitu kejam, sampai saat itu aku masih membencimu, tetap keras dan merasa benar dengan pemahamanku, dan tibalah senja perlahan selimut cahaya mentari, aku yang tak lagi sadarkan diri dalam kebencianku padamu disiang tadi, terbangun, dan sedikit bahagia, saat menyadari bahwa aku masih hidup, sampailah saat engkau menggosokku dengan setrika, sungguh aku merasa tak percaya ternyata ada yang sepertimu, yang begitu kejamnya, masihkah engkau ingin menyiksaku lagi, alangkah terkejut aku, ketika engkau selesai menyetrika, engkau lipat aku begitu rapi, dan ku hirup begitu wangi aku dari sebelumnya, aku menjadi baru, dan merasa lebih baik dari pada yang dulu, dan bertambah bahagia saat engkau memakaiku dengan tersenyum dan penuh bangga. Disaat menyadari semua itu aku sungguh begitu menyesal mengingat sebuah kenangan lalu, ketika engkau aku maki, ketika engkau aku benci, dan menghukumi sebagai terkejam. Aku tak tau bagaimana menghapus kata-kata itu, sebuah kata-kata, yang bila aku mendengarnya sendiri, begitu sakit rasanya. Mungkin hanya inilah yang bisa ku ungkapkan kepadamu, sebuah permintaan maaf yang sungguh, dan sebuah syukur yang dalam, sembari berharap kata-kata itu bila tak termaafkan kini,semoga larut dalam perjalanan waktu. Mendengar curahan sang baju, sipemuda itu menangis deras, atas segala prasangka buruknya kepada Tuhan, sehingga sejak itu dia bertekad, bahwa segala keburukan apapun yang terjadi kepada dirinya, takkan pernah lagi menyalahkan Tuhan, ataupun manusia lainnya, dan bilapun harus ada yang disalahkan, maka dialah yang bersalah terhadap segala sesuatu yang menimpa dirinyasendiri, meskipun begitu nyata kesalahan itu dilakukan oleh orang lain, tapi kesalahan yang dilakukan oleh orang lain tersebut, itu adalah tanggung jawabnya sendiri secara pribadi, yang memang harus dipertanggung jawabkan dan biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan, atas semua hal itu dia percaya bahwa segala peristiwa yang terjadi pada dirinya mestilah muaranya adalah proses pengsucian hatinya, hingga bisa fitrah kembali. kita datang sebagai fitrah, semoga bisa kembali dalam keadaan fitrah.
maaf min, numpang sedikit coretan ya sebagai hiburan malam ini, semoga bisa menghibur, sebuah cerita dari negeri cahaya. yang berjudul
selamat menikmati, cerita sederhana ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar