SARTONO BURUH KONTRAK

Setelah selesai kerja, sartonopun
pulang dengan wajah penuh senyuman, istri dan anak-anaknya telah menanti
kedatangannya, assalamualaikum, wa’alaikum Salam jawab istrinya “hore bapak
pulang, sambut anak-anaknya” melihat sambutan anaknya yang begitu riang,
sartono dan istrinya pun tersenyum.
Anak-anak mereka sudah tertidur
pulas, tinggallah sartono dan rukmini istrinya. Disaat seperti inilah wajah
kehidupan mereka yang sesungguhnya terbuka. Ternyata ada kepiluan dibalik
senyuman yang mereka selalu perlihatkan didepan anak-anaknya. Pak, persedian beras
kita sudah menipis, retno mau masuk sekolah SD, ibu sudah banyak utang, tak ada
lagi tempat untuk mengutang, tiap hari ibu bingung, buk atik, dan koperasi datang
terus kerumah, tadi aja ibuk terpaksa sembunyi, karena gak ada uang untuk
nyicil hutang. Mendengar keluh kesah istrinya sartonopun berkata “sabar ya buk,
sabar, mudah-mudahan gusti Allah memberikan jalan. Tapi pak ibu sudah tidak sanggup
lagi terus sembunyi setiap kali buk atik dan koperasi datang, sanggah rukmini.
Ya buk “ sabar ya buk tiga hari lagi bapak gajian”, ya tapi pak, tapi apa buk,
tanya sartono, kalo rukmini boleh jujur, coba bapak pikir berapa makan kita sehari
hari, bayar listrik bayar cicilan rumah, belum lagi jajan retno dan alif, gak
cukup pak dengan gaji segitu untuk kehidupan sehari-hari kita. Mendengar itu
sartonopun membenarkannya “ ya gimana lagi buk, sudah takdir, gaji buruh ya
memang segitu, gaji bapak tu saja sudah sesuai UMR, banyak kawan bapak malah
gajinya dibawah UMR, ya beginilah nasib jadi buruh buk, ini saja bapak sudah
bersyukur sebagai buruh kontrak masih diperpanjang, sedangkan paijo dan
beberapa kawan bapak yang lain tidak diperpanjang kontraknya, sekarang bapak
tak tau entah apa kerja mereka sekarang. Udah buk kita berdo’a dan pasrahkan
saja kepada gusti Allah mudah-mudahan gusti Allah memberikan jalan kepada kita,
ya pak. Setelah menyampaikan keluh kesahnya, rukminipun merasa sedikit lega,
walaupun sebenarnya hatinya masih terasa susah.
Tak terasa tiga hari sudah
berlalu sejak rukmini berkeluh kesah sehingga hari yang dinanti oleh keluarga
sartono pun tiba, bukan hanya sartono, hari ini juga hari kebahagian buat
keluarga buruh pabrik lainnya. tidak besar memang gaji mereka dibandingkan
buruh dinegara lain, ya standar gaji buruh Indonesia sangat rendah, bahkan
lebih rendah dari pada china, ya itulah salah satu keunggulan bila investasi di
Indonesia yang digaung-gaungkan oleh pemerintah, investasilah di negeri kami,
gaji buruh kami sangatlah rendah. sartono sudah tidak sabar untuk ke ATM
mengambil gajinya. Sehingga setelah selesai kerja diapun langsung bergegas ke
ATM. Setelah keluar uang gajinya dari ATM, Alhamdulillah” sambut syukur sartono
kepada Allah”.
Setelah mengambil gajinya
sartonopun membeli kue untuk istri dan anak-anaknya. sesampainya dirumah,
seperti biasa Salam dari bapaknya, disambut dengan begitu riang oleh
anak-anaknya, dan bertambah riang ketika retno dan alif melihat bapaknya
membawa kue. Siapa yang mau kue “tanya bapaknya” saya, jawab anak-anaknya “
hore bapak bawa kue”.
Capek pak tanya rukmini,
Alhamdulillah gak buk, ni buk gaji bapak, belilah beras dan sebagian untuk
bayar utang. setelah rukmini menghitungnya, tapi pak ini gak cukup pak. Udah
buk nanti bapak coba cari pinjaman. Begitulah setiap kali gajian datang,
meskipun gembira telah gajian, namun tetap saja tak bisa menyelesaikan masalah.
Anak-anak dan istrinya sudah
tidur, sedangkan sartono masih menonton TV. Saat menonton dia terpikir tentang
kemana harus mencari uang, sehingga dalam hati dia bertanya, ya Allah apa yang
harus aku lakukan, kemana aku harus mencari uang untuk biaya masuk sekolah
anakku, kemana lagi aku harus meminjam, sedangkan aku sudah banyak berhutang
kepada kawan-kawanku. Ternyata selain istrinya, sartono juga memiliki hutang
yang banyak, tapi dia tak pernah mengatakan kepada istrinya, gali lobang-tutup
lobang, begitulah kehidupan yang sartono jalani. Malam itupun berlalu tanpa ada
solusi dalam masalah yang dihadapinya.
Bulan-demi bulan berlalu, dengan
meminjam kesana-sini, akhirnya retno pun sudah masuk sekolah . namun hari ini
berbeda dari hari-hari sebelumnya yang selalu dia coba lewati dengan senyuman,
namun hari ini dia tak bisa menyembunyikan apa yang dia rasakan. Hari ini hati
sartono begitu gelisah tak menentu, karena sebagai buruh kontrak ada masa habis
kontraknya, dan hari inilah masa habisnya. Dia berharap kontrak kerjanya
diperpanjang, dan diapun dipanggil oleh atasanya, lalu dia diberikan surat,
bosnya menyuruh sartono membaca suratnya. Sartono silahkan dibaca suratnya, ya
pak jawab sartono. Setelah dia baca ternyata isi suratnya adalah surat
keterangan tidak memperpanjang kontraknya. Bosnyapun berkata, terima kasih
sartono telah bekerja dengan baik dipabrik ini, begitulah nikmatnya bagi
perusahaan dengan adanya kebijakan buruh kontrak, tanpa ada perasaan sedih,
ataupun permintaan maaf dari perusahaan, meskipun perusahaan untung ataupun
rugi, semuanya sama saja, karena memang sudah menjadi aturan bagi seorang buruh
kontrak dan itu menjadi hak perusahaan menentukan apakah memperpanjang kontrak
buruhnya atau tidak.
Sartono begitu bingung, apa yang
harus dia katakan kepada istrinya, hatinya begitu berkecamuk” haruskah aku
sampaikan yang sebenarnya, atau lebih baik aku berbohong saja”, akhirnya ia
memutuskan jujur kepada istrinya, inikan sudah takdir dan dan jikapun aku
menyampaikan yang sebenarnya tidak terlalu banyak mudharatnya, ya lebih baik
aku jujur saja sama rukmini, setelah itu aku cari kerja lain.
Sesampainya dirumah, suasananya
berbeda, kecuali sambutan anak-anaknya yang masih riang seperti biasa. Istrinya
bertanya, ada apa pak, kok wajahnya muram begitu, gak ada apa-apa buk jawab
sartono, bapak jangan bohong, pasti bapak ada masalah, gak ada apa-apa buk, bantah
sartono dengan lembut. Ya sudah, bapak pergilah mandi dulu, biar rukmini
siapkan makanannya, iya buk bapak memang sudah
gerah dan perut bapakpun sudah bernyanyi dengan judul lapar-lapar,
mendengar itu rukminipun tertawa, hehe, bapak ada-ada saja. Setelah selesai
mandi dan makan tak beberapa lama setelah itu retno dan alifpun tertidur.
Disaat itulah sartono menyampaikan pada rukmini kalo kontraknya tak
diperpanjang oleh perusahaan. Buk, bapak mau ngomong sesuatu, ngomong saja pak,
kok pake minta ijin segala, jawab rukmini. Gini buk tadi bapak dapat surat dari
atasan bahwa kontrak kerja bapak tidak diperpanjang. Astaghfirullah jawab
rukmini terkejut, jadi gimana pak nasib kita, hutang kita masih banyak,
bagaimana biaya hidup kita sehari-hari, insyaAllah bu bapak akan cari pekerjaan
lain, ibu yang sabar ya, mudah-mudahan secepatnya bapak bisa dapat kerja yang
lain. ya pak rukmini do’akan semoga bapak bisa segera dapat pekerjaan yang
lain. mungkin ini ujian dari Allah untuk kita, mudah-mudahan kita bisa lolos
dari ujian ini, bapak yang sabar ya. Ya buk jawab sartono.
Memang susah cari pekerjaan
sekarang, kata-kata itu terlontar dari mulut sartono yang telah beberapa hari
pergi mencari pekerjaan. Dirumah rukmini selalu mengeluh tentang kedatangan buk
atik dan koperasi yang meminta pembayaran hutang dan untuk kebutuhan makan
sehari-hari. Akhirnya karena banyaknya hutang rukmini dan hutangnya sartono,
akhirnya sartono mengusulkan. buk bapak sudah berusaha mencari pekerjaan
kemana-mana, tapi sampai sekarang belum juga dapat buk, sedangkan orang selalu
menagih hutang kepada kita, ditambah untuk biaya hidup sehari-hari saja sulit
sekarang. Gimana kalo kita jual aja rumah kita ini buk? Jual, apakah tidak ada
lagi cara lain pak, selama ini kitakan selalu ngontrak, baru kali ini kita
mencoba memiliki rumah, sekarang malah mau dijual. Ya gimana lagi buk, ibu kan
tau setiap hari bu atik dan koperasi selalu datang, sedangkan bapak belum dapat
pekerjaan, dan sebenarnya buk, bukan hanya ibu saja yang punya hutang, bapak pun
juga punya hutang, memang betul buk, dengan gaji bapak sebagai buruh pabrik,
memang tidak cukup, jadi selama ini untuk bayar cicilan rumah, dan bayar
cicilan motor, bapak terpaksa ngutang kepada kawan-kawan bapak, dan karena
bapak sudah tidak diperpanjang lagi kontrak kerjanya, kini mereka selalu
menagih kepada bapak. Mendengar cerita suaminya itu, rukminipun menangis, ya
Allah ampunilah kami, mungkin karena begitu banyak dosa kami, ya Allah cukuplah
didunia ini saja kami menderita. Ya sudah pak, gak pa pa, ini sudah takdir kita
menjadi keluarga yang selalu ngontrak, mudah-mudahan anak-anak kita tidak
seperti kita nantinya, kita usahakan mereka untuk bisa sekolah
setinggi-tingginya. Ya buk, insyaAllah nasib anak kita, tidak akan seperti
kita, insyaAllah buk, bapak akan berusaha menyekolahkan retno dan alif
setinggi-tingginnya. Ya pak insyaAllah. Kalo rumah kita dijual pak, lalu kita
pergi kemana “ tanya rukmini”.? Kita pulang kampung buk jawab sartono. Nanti
apa kata orang kampung sama kita pak, apa kita takkan malu pak? Sudah buk kita
jujur saja apa adanya, inikan memang nasib kita. Ya sudah pak, secepatnya ibu
akan beres-beres dan mengurus surat-surat kepindahan kita dan retno.
Akhirnya setelah beberapa hari
sartono mencari orang yang mau membeli rumahnya, ada juga yang bersedia membeli
rumahnya yang masih dalam tahap kredit. Sartonopun menjualnya dibawah harga
yang telah dibayarnya selama ini. dan diapun membayar hutang-hutangnya dan
hutang-hutang istrinya. Setelah masalah utang selesai, merekapun pulang kampung.
Nama : Robbi
Sunarto
TTL :
Lahat, Sumatera Selatan/ 18-Mei-1991
Pekerjaan : Mahasiswa Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi UNRI
Alamat : Jalan Sepakat Kulim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar